Apa itu HIV?
HIV ada singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.
Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia.
· Bagaimana virus HIV bisa menimbulkan rusaknya sistem kekebalan manusia ?
· Bagaimana virus HIV bisa menimbulkan rusaknya sistem kekebalan manusia ?
Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk
berkembang biak. Secara alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa
diibaratkan seperti mesin fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin
fotocopynya setelah mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup
banyak. Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus
menjadi sangat banyak.
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan
yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan
vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk
menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain
CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada
orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah
putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk
ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4
berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya
berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali
infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman.
Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi
dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang
patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan
menimbulkan penyakit pada tubuh manusia
Bisa dilihat dari 2 gejala yaitu gejala
Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor (tidak umum terjadi):
Gejala Mayor:
- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
- Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala MInor:
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata
- Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
- Kandidias orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
- Retinitis virus sitomegalo
Gejala Mayor:
- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
- Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala MInor:
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis generalisata
- Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
- Kandidias orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
- Retinitis virus sitomegalo
Kasus Dewasa:
Bila seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV
sampai timbul gejala AIDS:
1. Tahap 1: Periode Jendela
- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah
- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan
2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
- HIV berkembang biak dalam tubuh
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV
-Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
4. Tahap 4: AIDS
- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
- berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
1. Tahap 1: Periode Jendela
- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah
- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan
2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
- HIV berkembang biak dalam tubuh
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV
-Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
4. Tahap 4: AIDS
- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
- berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
|
Begitu banyak bukti ilmiah tentang
pencegahan dan perawatan HIV yang efektif telah tersedia. Begitu banyak
kebijakan telah dibuat untuk menyikapi perkembangan HIV-AIDS. Begitu banyak
dana telah diinvestasikan dalam upaya pencegahan dan perawatan HIV-AIDS oleh
pemerintah, lembaga donor dan lembaga internasional lainnya. Begitu banyak
pemain yang terlibat di dalam penanggulangan HIV-AIDS. Namun penularan HIV
masih akan terus berlangsung bahkan diperkirakan secara global sekitar
2.000.000 infeksi baru terjadi setiap tahunnya. Upaya pencegahan menjadi
salah satu faktor yang sangat penting dalam penanggulangan HIV-AIDS dalam
jangka panjang disaat upaya perawatan dan pengobatan HIV-AIDS menghadapi
persoalan yang mendasar seperti terbatasnya sumber daya karena situasi
ekonomi berbagai negara yang memburuk dalam beberapa tahun terakhir ini.
Meski ada berbagai penemuan metode-metode baru yang menjanjikan didalam
pencegahan HIV namun sejumlah pelajaran telah menunjukkan bahwa upaya
pencegahan hanya dengan mengandalkan metode tunggal tidak akan efektif
seperti halnya jika menggunakan pendekatan kombinasi.
Menyikapi situasi yang seperti ini saat ini maka sudah saatnya bagi kita untuk melakukan berbagai inovasi, komitmen dan arah yang strategis dalam pengembangan kebijakan, pendekatan program dan kegiatan di lapangan dalam menyikapi permasalahan HIV-AIDS di Indonesia. Dalam upaya menggulirkan berbagai ide-ide inovatif dalam pencegahan HIV-AIDS di Indonesia, Yayasan AIDsina akan menyelenggarakan sebuah Debat Publik dengan tema ‘Perlukah Revolusi Pencegahan di dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia?’. Debat publik ini diselenggarakan untuk menemukan berbagai pendapat yang berbeda di dalam menyikapi pendekatan/kebijakan penanggulangan AIDS di Indonesia dan mencari berbagai pendekatan inovatif yang mungkin dikembangkan di masa depan. Yayasan AIDsina |
|
|
Visi adalah impian. Impian adalah
sesuatu yang ingin kita raih, kita ingin capai. impian dapat sebagai energi
agar kita terus bergerak, berjuang, berevolusi mewujudkan mimpi tanpa
ketakutan, dan tanpa kecemasan.
Dalam mimpi tidak ada kata muluk atau takut akan tidak tercapai, suatu kosa kata yang biasa dipakai oleh pecundang. Kenapa takut bermimpi? Kita ingin menjadi pemenang, termasuk menang dalam perang menghadapi epidemi HIV dan dampaknya bagi harkat kemanusiaan di Indonesia. Visi ketiga ini untuk mewujudkan tidak ada lagi diskriminasi di Republik Indonesia, juga merupakan harapan the founding fathers and mothers of Republic of Indonesia. Dalam masyarakat Indonesia yang kita imajikan bersama adalah masyarakat Indonesia yang tidak ada lagi penindasan atas manusia lain atas nama apapun: gender, agama, orientasi seksual, dll. Kita saling menghormati manusia lain, sebagaimana kita juga ingin diperlakukan. Komunitas penyedia layanan kesehatan perlu membuka akses seluas luasnya, tidak ada lagi stigma dan diskriminasi bagi manusia yang terkena HIV, berperilaku risiko terkena HIV. Hambatan sosial dan hukum kita harus ubah, kita ganti dengan dukungan dan hukum yang mendukung agar tidak ada stigma dan diskriminasi. Visi ini seharusnya menjadi menjadi utama yang sangat membantu pencapaian visi yang lain. Salam, Pandu Riono |
|
|
Tekad untuk menekan angka kematian
AIDS sampai titik nol tidak saja revolusioner tetapi juga visioner, artinya
sangat potensial dapat dicapai dalam lima tahun ke depan.
Tujuan ini lebih realistis dan lebih bijak dibandingkan ide "treatment for prevention". Kemajuan pengobatan ARV telah terbukti menekan angka kematian akibat AIDS. HIV tidak lagi merupakan virus penyebab "fatal disease". Sejak keputusan sidang kabinet pemerintah Indonesia, sebagai salah satu stempel dari keputusan KPA Nasional semasa Presiden Megawati, agar pemerintah menyediakan ARV kepada orang dengan HIV di republik tercinta secara cuma-cuma. Kabinet SBY belum pernah memberikan stempel apapun kepada KPA yang konon tidak pernah bersidang secara nasional, sampai sekarang. Waktu itu diumungkinkan secara politis dan reguler, karena ketua harian adalah MenKes dan Sekretariatnya Deputy Menko Kesra. KPA semasa Megawati waktu itu masih bagian dari sistem Pemerintahan, tidak seperti sekarang, walaupun ada Keputusan Presiden tentang KPA dan pengangkatan sekretariat KPAN, tetapi secara struktural seakan 'terlepas' dari Sistem Pemerintahan RI. Intervensi struktural dengan penyediaan ARV dan sistem pelayanan kesehatan yang mendukungnya, telah mengubah angka kemataian akibat AIDS di Republik Indonesia. Angka ketahanan hidup selama dua tahun setelah pemberian ARV mencapai rata rata 90 persen. Suatu prestasi yang membuat kita semua takjub, karena sebagaian besar orang dengan HIV di Indonesia umumnya terlambat datang, dengan kadar CD4 yang sangat rendah. Prestasi tersebut mendorong penguatan layanan tes dan konseling HIV, sehingga penyedia layanan lebih berinisiatif untuk melakukan tes HIV dan bila kadar CD4 sudah di bawah 350 atau dengan gejala TB, maka ARV sudah mulai bisa diberikan. Inipun suatu tahapan intervensi struktural yang bijak oleh Kemenkes RI dan didukung oleh profesi kesehatan (IDI, PDUI, PDPAI dll) serta profesi pendukung lainnya seperti profesi konselor HIV di Indonesia yang keberadaannya semakin eksis dengan program program yang jelas untuk meningkatkan kualitas layanan HIV serta memperluas akses layanannya. Sehingga kita optimis, agar universal access untuk layanan ARV bagi yang membutuhkan akan tercapai!. Sistem layanan ARV diharapkan akan lebih terinegrasi dengan layanan kesehatan primer serta layanan kesehatan lainnya, termasuk layanan pada warga binaan yang diasuh oleh DepHukHam. Kematian TB pada orang dengan HIV akan dapat ditekan secara drastis. Yang masih perlu dimatangkan adalah intervensi struktural lainnya dalam memberikan dukungan perlindungan sosial bagi orang dengan HIV serta keluarganya sehingga tidak lagi terabaikan atau tertinggal dalam layanan sosial dan ekonomi yang sangat esensial. Salam, Pandu Riono |
|
|
Yth Teman-teman Penggiat HIV-AIDS
di Republik Indonesia,
Memasuki tahun 2011, UNAIDS menetapkan Tiga Visi Utama dalam perjuangannya di tahun 2011-2015 untuk merebut kekalahan terhadap HIV, yaitu Zero Discrimination, Zero New Infections, dan Zero AIDS Deaths. Dengan strategi apa kita dapat mencapai tujuan perjuangan: "Zero Infections"? Pilihan strategi adalah "Revolutionize HIV prevention", ayo bung kita merevolusikan pencegahan HIV! Kita tidak bisa lagi bercanda dengan HIV, dengan sekedar mengimplementasikan program yang terfragmentasi dan pikiran yang sempit dalam memahami dinamika epidemi HIV. Kita perlu berjuang dalam ranah politik, perumusan kebijakan, serta penerapan revolusi pencegahan, dengan menggiatkan berbagai kegiatan politik agar bangkit komitmen baru dan mengkatalisisasi gerakan-gerakan sosial transformatif pada lingkup seksualitas, penggunaan Napza, dan pendidikan HIV bagi semua, dengan meningkatkan peran orang dengan HIV, serta komunitas yang terlindas oleh epidemi, kaum perempuan, juga kaum muda. Juga penting jangan dilupakan untuk tetap memprioritaskan pada sasaran-sasaran hotspot epidemik, terutama kota kota besar (bukan menyebar program pada semua provinsi yang tak akan mampu mecegah badai epidemi HIV). Juga menjamin akses pada semua layanan yang berkualitas tinggi, program yang "cost-effective" termasuk menerapkan terobosan-terobosan yang sudah terbukti secara saintifik. Konsep revolusi pencegahan ini juga didukung oleh teori dan fakta pengetahuan dinamika epidemi HIV, hanya dengan cara ini saja Bung kita berpotensi meraih kemenangan setelah mengalami kekalahan yang tragis bagi kemanusiaan dalam perang dengan HIV lebih dari dua dekade. Kita masih "the loser" di Republik ini. |
No comments:
Post a Comment