Menggagas pentingnya mencari titik keseimbangan dalam hidup, sebuah nucleus hidup yang mengetengahkan bahwa posisi manusia , hidup dalam kesementaraan namun memiliki implikasi keabadian. Situasi keseimbangaan itu kini seolah telah hilang terbawa badai paragmatisme dan kepongahan hidup yang lebih menjunjung tinggi dimensi-dimensi individualitas manusia. Factor utamanya, lebih karena terbukanya area hidup manusia modern pada siklus hidup materialis, hedonis sekaligus paragmatis, yang di populerkan dan di kembangkan salah satunya oleh hitect dengan segala produk yang di ciptakannya.
Keseimbangan dalam hidup menurut prof. Dr. H. cecep sumarna dapat kita bentuk dengan membangun Humanism dan Kepuasan. Dengan kondisi yang serba modern, serba mudah ini manusia tak mampu bersoialisasi dengan alam, bahkan dengan genus yang sama pun kadang tak mampu bersosialisasi dengan baik. Kesadaran akan di lahirkanya manusia dengan peradaban yang sangat modern ini, mampu menyisihkan kewajiban terhadap penciptanya, sungguh ironi dan tak masuk akal.
Humanism dapat kita bentuk berawal dari diri kita, yaitu dengan sikap dan akhlak terpuji. Berawal dari sikap penyabar, rendah diri (dalm arti positive). Kemudian di lingkungan keluarga, terutama kepada kedua orang tua. Bertapa tidak, Ibu adalah cerminan bagi anak-anaknya, bahkan dengan jerih payah mengandung, bergelut dengan maut kala melahirkan, bahkan tak putus-putusnya kasih saying yang beliau berikan kepada kita sejak pertama kita melihat dunia sampai menutupnya kembali. Yang jadi misteri, mampukah kita membalas semua jasa-jasa keduanya?, tak da jawaban pasti tentang pertanyaan itu, bahkan tak ada yang mampu mengukur kadar balasan jasa tersebut kecuali Allah SWT. Harus kita ingat, berbuat baik yang paling di dunia ini adalah berbakti kepada kedua orang tua kita.
Setting lain yang hilang adalah sikap menerima atas realitas yang di hadapi, ada suasana di mana mausia, terus berupaya mencapai titik optimal yang tak pernah optimum. Betapa tidak keberhasilan itu banyak pengorbananya, untuk mengoptimalkan apa saja yang kita kehendaki harus penuh dengan kesabaran dan keikhlasan, berjiwa besar, dan memanfaatkan potensi yang ada padari kita maupun pada media di sekeliling kita.
Kepuasan akan terlahir ketika kita mampu mendahulukan kepentingan orang lain dan tunda sementara kepentingan kita, tunda sementara kenikmatan kita, agar kita dapat menikmatinya di hari esok yang lebih abadi.
Lebih baik hak kita di rampas orang dari padaa kita mengambil hak orang lain. Berikan jalan kehidupan kepada siapapun yang memintanya. Jangan pernah mengecewakan orang yang datang kepada kita. Hargailah mereka posisikan mereka seperti seperti manusia yang memiliki kemauan dan hasrat dengan jumlah cita-cita kemanusiaannya.
Jangan guncingkan orang lain, meski orang lainitu sangat kasat mata di mata kita berbuat kesalahan. Biarkan hukum alam yang menghukumnya. Biarkan orang sombong dalam kesombongannya, jangan lawan orang yang menistakan kita biarkanlah, tapi kita harus intropeksi jangan-jangan apa yang disebut orang itu benar. Jika tidak biarkanlah semua itu berjalan, tetapi jangan pernah membuat benang merah sehingga orang lain memiliki kesempatan untuk melakukan pembenaran, belajarlah bersembunyi di tengah kegelapan. Hiduplah mengalir apa adanya.
No comments:
Post a Comment