Apa itu Adiksi?
Adiksi berasal dari bahasa inggris
Addiction. Adiksi sama dengan Kecanduan. Adiksi merupakan kondisi dimana
seseorang sudah tidak lagi mempunyai kendali terhadap perilaku kecanduannya.
Dalam konteks kecanduan narkoba, maka zat-nya bisa Heroin (putau), sabu, ganja,
pills, dll. Dalam pendekatan yang lain, Adiksi merupakan Penyakit. Chronicle
relapsing disease - ¬penyakit kronis yang gampang kambuh. Oleh sebab itu
berdasarkan pendekatan ini, seseorang yang sudah berhasil berhenti menggunakan
narkoba untuk periode waktu tertentu tidak dikatakan Sembuh, tetapi lebih
sering dikatakan Pulih.
Jadi kalau ada orang yang ketahuan pakai ganja/putau/sabu, sudah pasti kecanduan? Belum tentu. Mungkin orang tersebut baru pertama kali pakai, mungkin dia baru coba-coba saja, tapi bisa juga dia sudah cukup sering menggunakan narkoba tapi masih bisa mengendalikannya, atau, ya memang dia sudah kecanduan.
Ada beberapa terminologi dalam menggambarkan proses perjalanan kecanduan. WHO membaginya dalam tahapan: Abstinent --> Experimental --> Occasional --> Regular --> Habitual --> Dependent. Sedangkan pendekatan yang lain menggambarkan proses tersebut sebagai berikut: mulai di tahap Pengguna --> Penyalahguna -->Kecanduan.
Kalau kita kembali pada penjelasan diatas, ada 2 hal yang paling membedakan antara seseorang yang sudah kecanduan dengan yang belum, yaitu: Masalah dan Kontrol. Orang yang sudah kecanduan, sama sekali tidak mempunyai kendali atas hidupnya. Seluruh aspek kehidupannya dikendalikan oleh narkoba. Mau makan pakai narkoba dulu, mau mandi pakai narkoba, mau sekolah/kerja pakai narkoba, mau tidur pakai narkoba, mau bersosialisasi pakai narkoba. Dia menggunakan narkoba hanya untuk menjadi ’normal’. Demikian juga dengan masalah dalam aspek kehidupannya. Masalah dengan uang, karena kebutuhan dan toleransi terhadap narkoba terus meningkat, prestasi menurun, masalah interpersonal, dengan keluarga, teman dan sebaya. Terlibat dengan situasi kriminal dan kecelakaan lalulintas juga merupakan hal umum ditemukan pada orang yang kecanduan narkoba.
Definisi paling sederhana dari adiksi adalah SAYA TIDAK BISA BERHENTI!
Jadi kalau ada orang yang ketahuan pakai ganja/putau/sabu, sudah pasti kecanduan? Belum tentu. Mungkin orang tersebut baru pertama kali pakai, mungkin dia baru coba-coba saja, tapi bisa juga dia sudah cukup sering menggunakan narkoba tapi masih bisa mengendalikannya, atau, ya memang dia sudah kecanduan.
Ada beberapa terminologi dalam menggambarkan proses perjalanan kecanduan. WHO membaginya dalam tahapan: Abstinent --> Experimental --> Occasional --> Regular --> Habitual --> Dependent. Sedangkan pendekatan yang lain menggambarkan proses tersebut sebagai berikut: mulai di tahap Pengguna --> Penyalahguna -->Kecanduan.
Kalau kita kembali pada penjelasan diatas, ada 2 hal yang paling membedakan antara seseorang yang sudah kecanduan dengan yang belum, yaitu: Masalah dan Kontrol. Orang yang sudah kecanduan, sama sekali tidak mempunyai kendali atas hidupnya. Seluruh aspek kehidupannya dikendalikan oleh narkoba. Mau makan pakai narkoba dulu, mau mandi pakai narkoba, mau sekolah/kerja pakai narkoba, mau tidur pakai narkoba, mau bersosialisasi pakai narkoba. Dia menggunakan narkoba hanya untuk menjadi ’normal’. Demikian juga dengan masalah dalam aspek kehidupannya. Masalah dengan uang, karena kebutuhan dan toleransi terhadap narkoba terus meningkat, prestasi menurun, masalah interpersonal, dengan keluarga, teman dan sebaya. Terlibat dengan situasi kriminal dan kecelakaan lalulintas juga merupakan hal umum ditemukan pada orang yang kecanduan narkoba.
Definisi paling sederhana dari adiksi adalah SAYA TIDAK BISA BERHENTI!
Banyak sekali sekali situasi yang dapat
dijadikan alasan untuk menggunakan narkoba. Dipecat dari pekerjaan, perceraian
orang tua, diputusin pacar, stress pekerjaan, dorongan teman sebaya, pesta
ulang tahun, pesta perpisahan, mau pergi ke gunung, mau mancing di laut, dst.
Kamu bisa sebutin sendiri.... Kalau mau dikerucutin bisa jadi tinggal 3 hal.
Yaitu: Untuk senang-senang, tekanan teman sebaya dan lari dari kenyataan. Tapi
kalau mau dilihat intinya adalah Instant Effect.
Maksudnya?
Narkoba dikenal juga sebagai mood altering drugs. Narkoba mampu merubah tingkat kesadaran dan kondisi emosi orang yang menggunkannya – efeknya seperti apa, tergantung dari jenis narkoba yang digunakan. Ada yang tergolong stimulan (mis: ekstasi, shabu, kokain, dll), ada yang tergolong depresan (putau, alkohol, dll), dan ada juga yang tergolong halusinogen (Ganja, magic mushroom, LSD).
Pernah lihat orang lagi stress berat, datang ke bar, lalu setengah jam kemudian sudah heboh sendirian. Pernah lihat orang pakai ekstasi? Apapun kondisi mental dan emosional yang ada sebelumnya, begitu menelan ekstasi, 30 menit kemudian sudah asyik sendiri, jingkrak-jingkrakan diatas meja atau mojok didepan speaker. Heroin lebih dasyat lagi, hanya dalam hitungan detik, efeknya langsung dirasakan... (eit! Sabar, jangan buru2 tergoda. Itu bagian ’enak’-nya. Denger dulu bagian susah-nya...).
Kembali kepertanyaan. Jadi sudah jelaskan kenapa orang pakai narkoba?
Maksudnya?
Narkoba dikenal juga sebagai mood altering drugs. Narkoba mampu merubah tingkat kesadaran dan kondisi emosi orang yang menggunkannya – efeknya seperti apa, tergantung dari jenis narkoba yang digunakan. Ada yang tergolong stimulan (mis: ekstasi, shabu, kokain, dll), ada yang tergolong depresan (putau, alkohol, dll), dan ada juga yang tergolong halusinogen (Ganja, magic mushroom, LSD).
Pernah lihat orang lagi stress berat, datang ke bar, lalu setengah jam kemudian sudah heboh sendirian. Pernah lihat orang pakai ekstasi? Apapun kondisi mental dan emosional yang ada sebelumnya, begitu menelan ekstasi, 30 menit kemudian sudah asyik sendiri, jingkrak-jingkrakan diatas meja atau mojok didepan speaker. Heroin lebih dasyat lagi, hanya dalam hitungan detik, efeknya langsung dirasakan... (eit! Sabar, jangan buru2 tergoda. Itu bagian ’enak’-nya. Denger dulu bagian susah-nya...).
Kembali kepertanyaan. Jadi sudah jelaskan kenapa orang pakai narkoba?
Ada satu literatur dari Alcoholic
Anonymous (AA) yang menjelaskan dengan sangat sederhana. Mereka menyebutnya
FAKTOR X. Ada sekelompok orang yang sama sekali tidak pernah menggunakan
narkoba seumur hidup mereka. Ada sebagian orang yang alergi dengan narkoba.
Mereka menggunakan narkoba, kemudian mabuk, efek mabuk membuat kepala pening,
perut mual, badan pegal, dst. Lalu setelah itu mereka memutuskan tidak lagi
menggunakan narkoba. Itu adalah pengalaman pertama dan cukup. Ada sebagian
orang yang pernah beberapa kali atau beberapa waktu menggunakan narkoba, lalu
kemudian memutuskan, cukup.
Pada orang yang memiliki faktor X, kondisinya berbeda. Mereka menggunakan narkoba, lalu mabuk. Sebagian bisa langsung menikmati, sebagian lagi membutuhkan waktu. Tapi ada satu kesamaan diantara keduanya. Mereka sama-sama menyukai efek yang dirimbulkan oleh narkoba.
Apa iya sesederhana itu?
Jangan marah dong. Kan diatas sudah dibilang, ini penjelasan sederhana. Tentu saja pada kenyataannya terdapat faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi. Individu baru satu faktor, yang lainnya adalah faktor demografi, sosial-ekonomi, budaya termasuk nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dimana individu tersebut berada.
Misalnya, kita bicara pada orang yang memiliki faktor X saja ya. Sebut saja namanya Banyu. Banyu tinggal disebuah desa tepat dikaki lereng gunung sekitar 75 KM dari kota Jaya Pura. Masyarakat di desa Banyu sangat tradisional. Semua kebutuhan hidup (sandang, papan, pangan) mereka dapatkan dengan cara swadaya, bertani, beternak dan berburu. Banyu seorang dengan faktor X.
Satu hari ada seorang mahasiswa yang juga seorang pecandu putau datang kedesanya. Setelah semakin saling mengenal Banyu diajak menggunakan putau oleh pemuda tersebut. Selanjutnya selama kurang lebih dua minggu kedepan Banyu rutin menggunakan putau setiap hari. Hingga pada akhirnya pemuda tersebut meninggalkan desanya, kembali ke Jakarta. Apa yang terjadi dengan Banyu?
Apakah akan berbeda jika Banyu bukan tinggal di desa itu, tetapi di salah satu wilayah pusat peredaran narkoba di Jakarta? Atau jika Banyu bukan anak petani tetapi berasal dari keluarga kaya?
Ya . Seperti itu kira-kira gambarannya.
Pada orang yang memiliki faktor X, kondisinya berbeda. Mereka menggunakan narkoba, lalu mabuk. Sebagian bisa langsung menikmati, sebagian lagi membutuhkan waktu. Tapi ada satu kesamaan diantara keduanya. Mereka sama-sama menyukai efek yang dirimbulkan oleh narkoba.
Apa iya sesederhana itu?
Jangan marah dong. Kan diatas sudah dibilang, ini penjelasan sederhana. Tentu saja pada kenyataannya terdapat faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi. Individu baru satu faktor, yang lainnya adalah faktor demografi, sosial-ekonomi, budaya termasuk nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dimana individu tersebut berada.
Misalnya, kita bicara pada orang yang memiliki faktor X saja ya. Sebut saja namanya Banyu. Banyu tinggal disebuah desa tepat dikaki lereng gunung sekitar 75 KM dari kota Jaya Pura. Masyarakat di desa Banyu sangat tradisional. Semua kebutuhan hidup (sandang, papan, pangan) mereka dapatkan dengan cara swadaya, bertani, beternak dan berburu. Banyu seorang dengan faktor X.
Satu hari ada seorang mahasiswa yang juga seorang pecandu putau datang kedesanya. Setelah semakin saling mengenal Banyu diajak menggunakan putau oleh pemuda tersebut. Selanjutnya selama kurang lebih dua minggu kedepan Banyu rutin menggunakan putau setiap hari. Hingga pada akhirnya pemuda tersebut meninggalkan desanya, kembali ke Jakarta. Apa yang terjadi dengan Banyu?
Apakah akan berbeda jika Banyu bukan tinggal di desa itu, tetapi di salah satu wilayah pusat peredaran narkoba di Jakarta? Atau jika Banyu bukan anak petani tetapi berasal dari keluarga kaya?
Ya . Seperti itu kira-kira gambarannya.
Orang yang bisa teradiksi itu bisa
kita istilahkan punya bakat untuk kecanduan. Sedangkan kecanduan adalah kondisi
dimana individu tersebut sudah kehilangan kendali terhadap narkoba, seperti
yang sudah dijelaskan diatas.
Selain faktor X yang sudah
dijelaskan diatas, umumnya adalah 3 situasi yang sempat disebutkan pada
pertanyaan no. 2, yaitu: Untuk senang-senang, tekanan teman sebaya dan lari
dari kenyataan.
Untuk senang-senang
Sebagian orang mulai menggunakan narkoba untuk alasan situasi sosial saja, biasanya zat yang digunakan adalah alkoho atau ganja. Misalnya dalam suatu pesta, acara, atau situasi tertentu. Sebagian orang cukup sampai disana, sebagian lagi lanjut dalam kecanduan.
Tekanan teman sebaya
Sebagian besar pecandu mulai menggunakan narkoba pada usia remaja awal (12 – 17 tahun). Umumnya zat yang digunakan adalah rokok, alkohol, ganja atau pills. Kemudian pada usia 20an mereka sudah berada tahap kecanduan.
Kalau kita telaah dari tinjauan psikologinya kenapa kebanyakan pengguna narkoba mulai dimasa remaja, maka penjelasannya seperti ini: salah satu tugas perkembangan dimasa remaja adalah membangun relasi dengan sebaya. Ini adalah masa beresiko, jika tidak dikawal dengan baik. Nilai2 sebaya menjadi lebih dominan bahkan dibanding nilai2 yang selama ini ditanam oleh keluarga. Remaja akan terdorong untuk memiliki kelompok/menjadi bagian dari suatu kelompok. Bisa anda bayangkan jika nilai yang dianut oleh kelompok tersebut adalah mengguakan narkoba?
Lari dari kenyataan
Karena efek narkoba yang sangat instan. (lihat penjelasan di no.2). maka tak heran banyak orang yang coba menggunakannya sebagai alat untuk lari dari realita.
Untuk senang-senang
Sebagian orang mulai menggunakan narkoba untuk alasan situasi sosial saja, biasanya zat yang digunakan adalah alkoho atau ganja. Misalnya dalam suatu pesta, acara, atau situasi tertentu. Sebagian orang cukup sampai disana, sebagian lagi lanjut dalam kecanduan.
Tekanan teman sebaya
Sebagian besar pecandu mulai menggunakan narkoba pada usia remaja awal (12 – 17 tahun). Umumnya zat yang digunakan adalah rokok, alkohol, ganja atau pills. Kemudian pada usia 20an mereka sudah berada tahap kecanduan.
Kalau kita telaah dari tinjauan psikologinya kenapa kebanyakan pengguna narkoba mulai dimasa remaja, maka penjelasannya seperti ini: salah satu tugas perkembangan dimasa remaja adalah membangun relasi dengan sebaya. Ini adalah masa beresiko, jika tidak dikawal dengan baik. Nilai2 sebaya menjadi lebih dominan bahkan dibanding nilai2 yang selama ini ditanam oleh keluarga. Remaja akan terdorong untuk memiliki kelompok/menjadi bagian dari suatu kelompok. Bisa anda bayangkan jika nilai yang dianut oleh kelompok tersebut adalah mengguakan narkoba?
Lari dari kenyataan
Karena efek narkoba yang sangat instan. (lihat penjelasan di no.2). maka tak heran banyak orang yang coba menggunakannya sebagai alat untuk lari dari realita.
Masalah utama pecandu adalah
PENYANGKALAN. Penyangkalan terhadap realita yang ada. Penyangkalan bahwa
kehidupannya sudah diambil alih oleh narkoba. Penyangkalan bahwa dirinya
bermasalah. Penyangkalan terhadap ketidakberdayaannya terhadap narkoba, dst.
Situasi ini yang sering disebut oleh masyarakat pada umumya dengan istilah
’terjebak dalam lingkaran setan’
Situasi ini dimulai dari menggunakan narkoba --> berusaha mengatur penggunaan narkoba --> kegagalan dalam mengendalikan penggunaan narkoba --> PENYANGKALAN --> kembali menggunakan narkoba untuk lari dari kenyataan/menyelesaikan masalah. Dan seterusnya kembali lagi. Lingkaran tersebut akan semakin membesar sejalan dengan periode penggunaan narkoba.
Situasi ini dimulai dari menggunakan narkoba --> berusaha mengatur penggunaan narkoba --> kegagalan dalam mengendalikan penggunaan narkoba --> PENYANGKALAN --> kembali menggunakan narkoba untuk lari dari kenyataan/menyelesaikan masalah. Dan seterusnya kembali lagi. Lingkaran tersebut akan semakin membesar sejalan dengan periode penggunaan narkoba.
Secara umum dapat dilihat dari
perubahan perilaku, perubahan nilai, penurunan prestasi, mulai ada masalah
dengan tindak kriminal, masalah dengan lalu-lintas/kecelakaan, masalah dengan
ekonomi/keuangan, dst.
Secara fisik, pada pengguna narkoba suntik akan sangat mudah dilihat, karena biasanya ada jalur bekas suntikan disepanjang lengan tangan, dan beberapa didaerah yang lain.
Pada pengguna ganja, umumnya mata merah dan kantung mata membengkak. Pada pengguna alkohol jauh lebih mudah dikenali, karena aroma khas alkohol akan tercium jelas.
Secara fisik, pada pengguna narkoba suntik akan sangat mudah dilihat, karena biasanya ada jalur bekas suntikan disepanjang lengan tangan, dan beberapa didaerah yang lain.
Pada pengguna ganja, umumnya mata merah dan kantung mata membengkak. Pada pengguna alkohol jauh lebih mudah dikenali, karena aroma khas alkohol akan tercium jelas.
Ada 5 hal:
Pertama, jangan panik.
Kedua, jangan panik.
Ketiga, jangan panik.
Keempat, jangan panik.
Kelima, jangan panik.
Pertama, jangan panik.
Kedua, jangan panik.
Ketiga, jangan panik.
Keempat, jangan panik.
Kelima, jangan panik.
Pertama, kita tidak bisa merubah
seseorang. Yang bisa kita lakukan adalah membantu orang tersebut menemukan
kekuatan dalam dirinya untuk membantu dirinya sendiri.
Tahap pertama menuju pemulihan adalah; si pecandu perlu menyadari dirinya bermasalah. Dalam program pemulihan biasanya disebut dengan istilah ’mentok’ atau ’hit the bottom’. Ini adalah kondisi dimana si pecandu berhadapan ’muka dengan muka’ dengan realita. Tidak ada lagi orang yang bisa dimanipulasi untuk menyelesaikan masalah2nya.
Gimana Caranya membuat si pecandu mentok?
Terapkan CINTA KERAS.
Cinta keras artinya, kita memberikan kesempatan pada si pecandu untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.
Tahap pertama menuju pemulihan adalah; si pecandu perlu menyadari dirinya bermasalah. Dalam program pemulihan biasanya disebut dengan istilah ’mentok’ atau ’hit the bottom’. Ini adalah kondisi dimana si pecandu berhadapan ’muka dengan muka’ dengan realita. Tidak ada lagi orang yang bisa dimanipulasi untuk menyelesaikan masalah2nya.
Gimana Caranya membuat si pecandu mentok?
Terapkan CINTA KERAS.
Cinta keras artinya, kita memberikan kesempatan pada si pecandu untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.
Berdasarkan pendekatan yang kita
bicarakan diatas – kecanduan sebagai penyakit kronis yang mudah kambuh. Maka
umumnya kita tidak menggunakan istilah sembuh, melainkan – PULIH. Sama seperti
penderita diabet terhadap gula, Si pecandu akan tetap pulih selama dia tidak
mengkonsumsi narkoba.
Kecanduan Rokok
Tanda-tanda Anda Sudah Adiksi
Senin, 26 Juli 2010 | 14:43 WIB
JAKARTA,
KOMPAS.com - Para perokok atau peminum alkohol
belum tentu dapat dimasukkan dalam kategori adiksi (ketagihan). Ada beberapa
kriteria untuk memasukkan mereka sebagai kelompok adiksi.
"Adiksi itu adalah suatu keadaan ketagihan. Akan selalu bergantung pada obat dan tidak bisa dikendalikan. Ada tujuh kriteria seseorang dikatakan adiksi. Disebut adiksi bila memenuhi minimal tiga kriteria tersebut," ucap Hedi R. Dewoto, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dalam seminar Meningkatkan Harkat dan Martabat Konsumen dengan Informasi Jelas dan Benar tentang Produk Tembakau dan Perlindungan Hukum Senin (26/7/2010) di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Diungkapkan Hedi, kriteria seseorang mengalami adiksi di antaranya adalah toleransi, withdrawal syndrome, zat yang sering digunakan terlalu banyak atau terlalu lama dari seharusnya, waktu yang banyak digunakan untuk menggunakan zat, aktivitas sosial atau pekerjaan yang berkurang akibat penggunaan zat, dan penggunaan zat yang berlangsung terus menerus meskipun mengetahui masalah yang ditimbulkan.
Dijelaskannya, toleransi adalah keadaan di mana setelah pemberian berulang diperlukan dosis yang makin lama makin besar untuk mendapatkan efek yang sama besar.
"Mengisap rokok makin lama makin besar, dari satu pak jadi dua pak tiga pak," jelas Hedi.
Withdrawal syndrome adalah tanda dan gejala yang timbul bila penderita yang mengalami ketergantungan fisik penggunaan obat/zat adiktif dihentikan tiba-tiba.
"Bisa timbul gejala seperti mudah marah, keringat dingin, sulit konsentrasi, atau gelisah. Tergantung dari zat adiktif apa yang digunakan," lanjutnya.
Ditambahkannya, adiksi mengarah pada ketergantungan, dan akan selalu berusaha untuk menggunakan zat adiktif tersebut. Alasan orang ingin menggunakan zat adiktif (zat yang dapat menimbulkan adiksi, seperti nikotin, ganja) adalah rasa senang, fly, atau percaya diri.
"Seseorang dikatakan adiksi harus melihat pada tujuh kriteria tersebut, baru dapat dikatakan kecanduan atau ketagihan," tegasnya.
"Adiksi itu adalah suatu keadaan ketagihan. Akan selalu bergantung pada obat dan tidak bisa dikendalikan. Ada tujuh kriteria seseorang dikatakan adiksi. Disebut adiksi bila memenuhi minimal tiga kriteria tersebut," ucap Hedi R. Dewoto, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dalam seminar Meningkatkan Harkat dan Martabat Konsumen dengan Informasi Jelas dan Benar tentang Produk Tembakau dan Perlindungan Hukum Senin (26/7/2010) di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Diungkapkan Hedi, kriteria seseorang mengalami adiksi di antaranya adalah toleransi, withdrawal syndrome, zat yang sering digunakan terlalu banyak atau terlalu lama dari seharusnya, waktu yang banyak digunakan untuk menggunakan zat, aktivitas sosial atau pekerjaan yang berkurang akibat penggunaan zat, dan penggunaan zat yang berlangsung terus menerus meskipun mengetahui masalah yang ditimbulkan.
Dijelaskannya, toleransi adalah keadaan di mana setelah pemberian berulang diperlukan dosis yang makin lama makin besar untuk mendapatkan efek yang sama besar.
"Mengisap rokok makin lama makin besar, dari satu pak jadi dua pak tiga pak," jelas Hedi.
Withdrawal syndrome adalah tanda dan gejala yang timbul bila penderita yang mengalami ketergantungan fisik penggunaan obat/zat adiktif dihentikan tiba-tiba.
"Bisa timbul gejala seperti mudah marah, keringat dingin, sulit konsentrasi, atau gelisah. Tergantung dari zat adiktif apa yang digunakan," lanjutnya.
Ditambahkannya, adiksi mengarah pada ketergantungan, dan akan selalu berusaha untuk menggunakan zat adiktif tersebut. Alasan orang ingin menggunakan zat adiktif (zat yang dapat menimbulkan adiksi, seperti nikotin, ganja) adalah rasa senang, fly, atau percaya diri.
"Seseorang dikatakan adiksi harus melihat pada tujuh kriteria tersebut, baru dapat dikatakan kecanduan atau ketagihan," tegasnya.
No comments:
Post a Comment